Entry Populer

Kamis, 25 September 2008

Back to Nature

Obyek foto seorang anak perempuan dan seekor kerbau yang sedang menjulurkan lidahnya ini saya temukan ketika sedang berjalan-jalan di Taman Buah Mekarsari-Jonggol.
Saya bukanlah seorang fotografer handal yang tahu mengenai data-data seperti: averture, lens, speed? focal length? waduh, istilah2 ini pun baru saja saya copy & paste dari foto hasil jepretan seorang teman di website Friendster. Maklum saja, menggeluti hobi photography harus mempunyai modal besar, karena banyak sekali pernak-pernik kamera yang harganya mahal, dan saya masih belum rela untuk membeli peralatan tersebut.
Pada saat diadakan lomba foto di kantor, saya memberanikan diri untuk ikut serta. Kamera digital yang saya miliki pun tidak terlalu canggih, yang penting bisa dipergunakan untuk merekam kegiatan anak Indonesia dalam keseharian, tema lomba foto tersebut.
Ketika saya melakukan hunting foto di taman buah Mekarsari, ternyata baru disadari bahwa pekerjaan seorang fotografer itu sangat melelahkan, karena tidak semua foto yang berhasil saya jepret bagus, baik kualitas gambar maupun obyeknya. Ada foto yang hanya memperlihatkan punggung seorang anak yang sedang bermain layangan, bahkan adapula foto yang hanya memperlihatkan tangan seorang anak yang sedang bermain sepeda. Come on, man? saya sudah mulai putus asa.
Namun, seketika itu pula saya melihat seekor kerbau yang sedang berdiri di dalam kubangan air. Seorang bapak membantu anak perempuannya duduk di atas punggung kerbau tersebut, sebuah pemandangan yang sangat menarik, maka saya pun mulai merekam gambar dengan kamera digital.klik....klik....Si bapak pun menoleh dengan heran dan sedikit curiga, mungkin dia berpikir bahwa saya punya niat jahat. Pak, saya sedang mengumpulkan foto kerbau, boleh ya saya foto anak bapak dan kerbau ini? kata saya. Si bapak hanya menganggukkan kepala dan saya pun kembali merekam gambar...klik...klik...klik...

Dan gambar terbaik yang dapat saya hasilkan adalah foto yang terpasang di atas tulisan ini. Walaupun saya hanyalah seorang fotografer amatiran tapi hasil foto yang memiliki judul back to nature ini mampu dinyatakan sebagai finalis lomba foto di kantor saya. Sepertinya sih, para juri sangat terkesan dengan raut ekspresi si kerbau. Terima kasih bo.........ups.....kebo maksudnya......

Kamis, 11 September 2008

Pria Berkacamata di Pinggir Bekasi

Setiap manusia mempunyai target atau orientasi hidup tertentu. Seperti contohnya saya, sewaktu masih duduk di bangku SMA, saya sangat ingin menjadi seorang mahasiswa, yang menurut pandangan saya, sangat bebas mengatur waktu untuk kuliah ataupun cuci mata ke mall maupun bergosip bersama teman, karena pada saat itu, saya sangat bosan dengan mata pelajaran yang padat dan jadwal latihan Marching Band di sekolah.
Setelah saya berhasil menjadi mahasiswa jurusan teknik sipil di sebuah universitas swasta di bandung, saya pun kembali merasakan kebosanan dalam menjalani padatnya jadwal kuliah dan tugas asistensi dari dosen. Di saat itu saya memiliki mimpi untuk menjadi seorang eks-mud, singkatan keren untuk eksekutif muda atau karyawan perusahaan bonafid. Intinya saya selalu merasa bosan dalam menjalani kehidupan keseharian.BOSAN!.Anda pasti juga pernah merasakannya, iya kan?
Saat ini saya telah memperoleh pekerjaan menjadi seorang karyawati di salah satu perusahaan kimia yang -ehmm- lumayan bonafid. Seharusnya saya tidak merasa bosan, mengingat sulitnya mencari pekerjaan di tengah kacau balaunya keadaaan lapangan pekerjaan di Indonesia. Namun, seperti yang selalu saya alami, saya pun didera perasaan yang sama: Bosan lagi-bosan lagi.Huh!
Perasaan itu selalu menghantui diri saya, sampai suatu ketika, mobil saya melintas di sebuah perumahan mewah di daerah Bekasi. Terlihat di sebelah kiri jalan, duduk dengan manis seorang pria dengan kisaran umur empat puluh tahun, dan menggunakan kacamata hitam. Di pangkuannya tergeletak sebuah tas berwarna merah yang sudah lusuh dan tangan kanannya memegang payung dengan warna putih pudar.
Saya bertanya di dalam hati, sedang apa pria tersebut duduk di pinggir jalan? Hari itu matahari sedang bersinar terik-teriknya. Panas! Karena penasaran, saya sedikit menepikan mobil, untuk melihat apa yang sebenarnya sedang ia tunggu. Terlihat sebuah karton putih dikalungkan di lehernya, dan terbaca: "menerima pijat tuna netra".
Wah, ternyata bapak berkaca mata hitam ini adalah seorang tuna netra. Beliau menunggu di pinggir jalan, siapa tahu ada yang berminat menggunakan jasanya untuk dipijat. Walaupun ia memiliki keterbatasan penglihatan, pria tersebut tidak ingin dikasihani orang namun ia mengunakan kemampuannya memijat untuk mendapatkan uang.
Yang mau saya garis bawahi di sini, ia menunggu....entah sampai kapan....di tengah teriknya matahari.....derasnya hujan.....siapa tahu, ada orang yang mau memakai jasanya. Mungkin pada hari ini dia tidak mendapatkan uang, atau mungkin juga banyak orang yang ingin dipijat olehnya. Dia tidak malu menunggu di pinggir jalan dan pantang menyerah diterpa cuaca panas terik.
Dengan semangat bapak tuna netra ini, saya menjadi malu pada diri sendiri. Tuhan telah memberikan fisik yang tidak kurang suatu apapun kepada saya, kesempatan belajar sampai perguruan tinggi, pekerjaan yang baik, namun kadangkala saya lupa berterima kasih kepadaNYa.
Terima kasih Tuhan, atas semua berkat melimpah yang telah Engkau berikan.
Terima kasih bapak berkaca mata, karena engkau telah membuka mata saya.
May God Bless You.....always........

Rabu, 10 September 2008

Hey Hanny...

Seorang wanita muda cantik jelita masuk ke dalam sebuah klub malam di daerah Kuta, Bali. Ia melirik ke arah jam tangan yang digunakannya dan menghela napas, sudah pukul 10 malam. Asap rokok dan musik hingar bingar menyambutnya di pintu masuk. Wanita dengan rambut panjang berwarna coklat ini memperhatikan keadaan sekelilingnya. Klub malam tersebut sudah penuh sesak, maklum, hari ini adalah malam minggu dan sebagian besar pengunjungnya turis mancanegara. Tangan seseorang menyentuh bahunya, si wanita menoleh dan tersenyum. Ternyata salah satu temannya telah mendapatkan tempat duduk. Si wanita cantik jelita kemudian duduk di samping teman-temannya. "Hey Hanny, mau pesan minuman apa?" salah seorang temannya berteriak di tengah hingar bingar musik. Wanita cantik jelita itu bernama Hanny Cartwright.

Hanny tersenyum dan berkata "Seperti biasa, Jack. Saya pesan minuman soda saja. Thanks ya" Jack mengangguk dan bertanya kepada 3 orang temannya yang lain mengenai minuman yang akan mereka pesan. Tiket masuk ke dalam klub malam sudah termasuk welcome drink. Hanny dan rekan-rekan kantornya baru saja menyelesaikan program training marketing selama 3 hari dan mereka pun sepakat untuk menghabiskan malam terakhir di Bali dengan mengunjungi sebuah klub malam. Pengunjung Bounty, nama klub malam itu, begitu terhanyut di dalam hentakan musik disco. Mereka menggoyangkan badan mengikuti irama musik, sambil membawa serta minuman di tangannya.

Minuman yang mereka pesan telah sampai di meja. Hanny memesan minuman soda sementara Dini, Jack, Rico, dan Steven memesan bir dingin. Dini menjulurkan botol birnya kepada Hanny. "Mau coba tidak? Jauh-jauh datang dari Jakarta ke Bali, masa minumannya standar kantin kantor sih?" Hanny menjulurkan lidahnya kepada Dini dan menggelengkan kepala. Rico mengeluarkan sebungkus rokok Marlboro dari kantong celana jeansnya, mengambil sebatang rokok dan menyalakannya. Sambil menghembuskan asap rokoknya, diam-diam ia memandang wajah Hanny. Selama setahun terakhir, wajah wanita cantik ini selalu hadir di dalam kepalanya. Hidungnya yang mancung, matanya yang berwarna coklat dan senyuman yang manis menawan hati, selalu membuatnya tidak ingin memalingkan wajah. Sebagai wanita yang memiliki ayah berkebangsaan Inggris dan ibu yang memiliki darah Jawa-Cina, tidaklah mengherankan bila tampilan fisiknya pun berbeda dari wanita Indonesia pada umumnya.

Jack mengajak Steven dan Dini untuk turun ke lantai disco. Dini menjulurkan tangannya kepada Hanny. "Minuman gue belum habis, Din. Nanti gue susul deh", teriak Hanny. Dini mengangkat bahunya dan mengikuti kedua temannya turun ke lantai disco. Hanny menoleh kepada Rico." Kamu tidak ikut, Rico?" Sambil menghembuskan asap rokoknya, Rico menatap Hanny dan menggelengkan kepala. Di dalam hati, Hanny merasa tidak nyaman duduk berdua saja dengan Rico. Pria yang berumur dua tahun lebih tua dari dirinya ini, seringkali memperhatikannya dengan diam-diam, dan Hanny merasa canggung dengan tingkah lakunya itu. Apalagi Rico telah menikah dan dikaruniai seorang anak laki-laki.

"Hanny, bagaimana kabar pacar kamu itu? Siapa namanya? Bobby?" ujar Rico memecahkan kesunyian di antara mereka berdua. "Bukan Bobby, nama pacarku: Donny. Dia masih tinggal di Belanda karena thesis S2 Bussiness Management-nya belum selesai. Rencananya lima bulan lagi Donny akan kembali ke Jakarta." Rico sedikit mencibirkan bibirnya. "Dan kamu masih percaya hubungan jarak jauh? Kamu masih percaya kalau pacar kamu itu tetap setia?" Hanny menatap Rico, terlihat kilat kemarahan di matanya. Huh, itu bukan urusan kamu deh! gerutu Hanny di dalam hati. Namun karena terlalu sering manusia di sekitarnya bertanya mengenai hal itu, maka Hanny pun segera dapat mengeluarkan jawaban pamungkasnya "Hmm, aku selalu berpikir positif mengenai Donny. Dan aku akan selalu setia menunggunya. Apalagi kami sudah merencanakan akan melangsungkan pernikahan setelah Donny kembali ke Jakarta."

Rico mengeluarkan sebatang rokok dan menyalakannya. Ini sudah batang rokok yang ke-tiga. Berada berdekatan dan berdua saja dengan wanita idamannya, membuatnya merasa gugup. "Hanny, Hanny, kamu ini polos banget sih? Belanda itu kan terkenal dengan komoditi seks bebasnya. Apakah kamu tidak takut kalau selama ini pacar kamu selingkuh?" Hati Hanny mulai terasa panas. Menyebalkan sekali sih manusia yang satu ini. " Rico, cowok aku itu kuliah Business di Maastricht. Dan Maastricht itu adalah kota kecil, sementara yang kamu katakan terkenal dengan komoditi seksnya adalah Amsterdam." Rico terkekeh mendengar penjelasan Hanny " Please Hanny, walaupun kota pelajar, tapi kalau tempat dan suasananya mendukung untuk berselingkuh, bisa juga kan?" Hanny ingin sekali menampar mulut pria berusia 29 tahun ini. "Begini saja deh Rico, sebenarnya hal itu kan bukan urusan kamu. Mau Donny selingkuh atau tidak, untuk apa kamu peduli? Yang penting aku akan tetap setia menunggu dia. Itu yang paling penting. Sorry Rico, aku akan gabung dengan teman-teman." Hanny berdiri dan setengah berlari menuju ke tempat teman-temannya berdiri, mereka telah larut ke dalam hentakan musik.

Rico tertegun dengan jawaban Hanny. Sebenarnya ia merasa kagum pada Hanny. Walaupun wanita itu memiliki wajah yang menawan dan banyak sekali klien perusahaan advertising mereka yang berusaha mendekatinya, namun Hanny tetap tidak bergeming. Ia tetap setia menunggu pacarnya yang sedang belajar di Belanda. Hanny merupakan wanita yang istimewa karena di tengah maraknya kasus perselingkuhan, meningkatnya angka perceraian dan maraknya gubahan lagu yang mengajak orang untuk berselingkuh, ternyata masih ada orang yang memegang teguh prinsip kesetiaan. Oh Hanny, andai saja kita sudah bertemu sejak tiga tahun yang lalu. Rico semakin tenggelam di dalam lamunannya. Andai saja...

(Cerita di dalam tulisan ini fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, lokasi ataupun peristiwa, hal tersebut adalah kebetulan yang tidak disengaja. Cheers!)