Entry Populer

Selasa, 29 Juli 2008

Makam Batu Waruga Sawangan


Pada bulan Mei 2008, saya memiliki kesempatan mengunjungi tanah minahasa bersama teman-teman yang tergabung dalam komunitas Sahabat Museum. Salah satu obyek peninggalan sejarah yang menarik di sana adalah kuburan batu yang bernama Waruga. Lokasi makam tua tersebut terletak di Sawangan, kecamatan Airmadidi, memiliki jarak sekitar 40 kilometer dari kota Menado, Sulawesi Utara.
Makam yang terbuat dari batu dan dipahat pada bagian atas ini telah ada semenjak tahun 1600-an. Proses pemakaman dengan cara menaruh jenasah manusia yang telah meninggal dunia, dalam posisi duduk, ke dalam batu dengan lebar satu meter dan tinggi satu sampai dua meter tersebut dan makam ditutup dengan pahatan batu di bagian atasnya. Namun pada awal abad 19, kaum penjajah Belanda mencurigai bahwa terjadinya penyebaran wabah kholera dan typhus yang memakan banyak korban jiwa pada jaman itu berasal dari waruga yang diakibatkan oleh posisi makam batu yang tidak tertutup dengan rapat, sehingga mereka memutuskan untuk melarang diadakannya prosesi pemakaman dengan cara menaruh jenasah di dalam batu tersebut.
Waruga Sawangan ini dipugar pada tahun 1976 dan diresmikan oleh Bpk Daoed Joesoef, menteri pendidikan dan kebudayaan pada tahun 1978. Telah banyak wisatawan asing yang datang ke waruga tersebut walaupun kondisinya banyak yang telah rusak dicuri oleh pencuri makam. Maklum saja sudah menjadi kebiasaan umum disana bahwa orang yang meninggal dunia dikuburkan bersama dengan barang berharga miliknya seperti: cincin, kalung, gelang dan anting yang terbuat dari emas. Bila Anda tertarik mengunjungi salah satu peninggalan sejarah di tanah minahasa ini, Anda dapat menempuhnya dengan perjalanan selama 1.5 jam dengan angkutan umum dari kota Manado.

Jumat, 25 Juli 2008

Ulah Seorang Penggemar


Di suatu hari Minggu yang cerah, Ugo, salah seorang keponakan laki-laki menghampiri saya yang sedang duduk di ruang tamu. Ia memberikan sebuah amplop besar berwarna kuning pucat kepada saya. "Ini gambar kaki Ugo!" katanya dengan bangga. Gambar kaki? Saya membuka amplop tersebut dan di dalamnya terdapat tiga lembar hasil rontgen. Saya mengeluarkan salah satu hasil rontgen tersebut dan terlihatlah bagian bawah tulang kaki seorang anak kecil. "Ini gambar kaki Ugo!" Saya jadi tambah bingung, kenapa pula keponakan saya yang terkenal paling jahil sekompleks ini harus di-rontgen kakinya?Kakak perempuan saya akhirnya menceritakan secara detil jawaban pertanyaan tersebut.
Kejadian itu terjadi satu hari sebelumnya, tepatnya di suatu hari Sabtu yang sangat cerah. Ugo telah bangun dari tempat tidurnya ketika jam masih menunjukkan pukul 7 pagi dan seperti biasanya setelah minum segelas air putih, ia keluar bermain dengan teman sebayanya di taman kompleks. Beberapa jam kemudian, ibunya memanggil namanya dan ia pun pulang ke rumah untuk mandi pagi. Ketika Ugo sedang bermain air di dalam kamar mandi, seorang wanita tetangga sebelah rumah mengetuk pintu depan. Setelah kakak saya membuka pintu dan menyapa dirinya, ia berkata: "Bu, saya cuma mau bilang, tadi pagi Ugo bermain dengan Danny di rumah dan saya melihat ia meloncat dari balkon lantai dua!" Kedua mata kakak saya langsung terbelalak. Meloncat dari balkon lantai dua? Kakak saya langsung menghampiri pintu kamar mandi dan memanggil nama anak keduanya tersebut. Ugo menoleh dan sebuah senyum penyesalan terbentuk di wajahnya."Wah, mama pasti sudah tahu ya?!"
Tanpa panjang lebar lagi, keponakan jahil ini dimarahi oleh kedua orang tuanya sambil mereka memeriksa Ugo dari mulai kepala sampai kedua kakinya, bagian paha, betis sampai jempol kaki. Tidak terdapat luka serius di sana, namun kakak ipar memutuskan untuk membawa Ugo ke sebuah rumah sakit terdekat untuk dilakukan scanning pada kakinya. Setelah mendapat penjelasan dari kakak saya, giliran saya yang menginterogasi keponakan tercinta ini: "Kenapa Ugo meloncat dari balkon? balkon tetangga pula?" Ugo memandang saya dengan wajah tanpa dosa,"Minggu lalu papi dan aku nonton film Iron man di bioskop. Aku pengen seperti Iron man!". Waduh, ternyata keponakan berusia 5 tahun ini masih belum bisa membedakan antara kejadian yang hanya terjadi di dunia film dan kejadian nyata. Untung saja Tuhan masih melindungi Ugo, sehingga ia tidak cedera sedikitpun. Setelah kejadian ini, kedua orang tuanya lebih berhati-hati dalam menyeleksi film yang boleh ditonton oleh anak-anak mereka. Ada beberapa kriteria film yang dihindari oleh mereka, terutama film yang menunjukkan seorang tokoh idola anak-anak terjun dari gedung tinggi ataupun terbang. Watch out Parents!!

Selasa, 22 Juli 2008

Perjalanan menuju Mataram



KRIIIIIIIIIIIIIING.............KRIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIING
Suara jam weker membuat saya terkejut dan terbangun dari tidur. Ketika dengan malasnya saya membuka mata dan menoleh kepadanya, terlihat jarum jam menunjukkan pukul 4 dini hari. Hari masih gelap dan udara pun dingin menusuk tulang, sehingga saya kembali menarik selimut dan menata letak bantal warna merah muda kesayangan. "Ah, tidur lima menit lagi deh!", dan mata saya pun kembali terpejam. Tidak berapa lama kemudian, riuh rendah suara kicau burung membuat mata saya terbuka dan sinar matahari telah mengintip melalui jendela kamar. Saya langsung terduduk di atas tempat tidur dan terlihat jarum jam weker telah menunjukkan pukul 5.30. "Oh My God, Gue kesiangan!". Hi! Nama saya phendrani, dan hari ini tanggal 25 Nov 2007 saya akan berangkat ke Surabaya dengan penerbangan pukul 6.55 WIB!!

Dengan tergesa-gesa, semua aktivitas pagi hari saya lakukan dengan cepat dan segera mengambil tas ransel serta travel bag yang tergeletak manis di kursi tamu dan dengan langkah seribu meninggalkan rumah untuk mencari taksi ke bandara. Setelah mendapatkan taksi, secara cepat saya pun menceritakan masalah kesiangan ini kepada bapak supir taksi, dan beliau pun mengerti apa yang harus dilakukan, yaitu menginjak pedal gas dan melaju dengan cepat ke bandara. Hari ini, saya memiliki rencana perjalanan ke pulau Lombok bersama dengan teman saya Mariza Dewantari dan Tante Widya. Kami telah mendapatkan tiket dengan biaya sangat murah dari sebuah maskapai penerbangan untuk penerbangan Jakarta-Surabaya, dan tiket lanjutan dengan maskapai lain untuk penerbangan Surabaya-Mataram. Tiket biaya murah ini kami dapatkan 6 bulan sebelum jadwal penerbangan tersebut.

Ok, sekian perkenalannya dan kembali pada masalah saya! Setelah mengetahui masalah keterlambatan itu, Bapak supir taksi dengan konsentrasi penuh menginjak pedal gas, tindakan ini menyebabkan badan saya terhentak ke belakang. Taksi melaju di jalan tol dengan kecepatan tinggi. Terlihat sekali bahwa Bapak supir taksi sangat prihatin dengan masalah yang saya hadapi, apalagi Mariza telah menghubungi telepon genggam saya dan mengatakan bahwa mereka telah berjalan masuk ke dalam boarding room untuk menunggu panggilan naik ke pesawat. Oh, tidak! Waktu sudah menunjukkan pukul 6.30 dan saya masih berada di gerbang masuk bandara Soekarno-Hatta Cengkareng.

Ketika akhirnya saya tiba di gerbang keberangkatan terminal 1A, si bapak supir taksi menoleh dan tersenyum penuh simpati kepada saya, dan berkata: Semoga Berhasil, Non!!! Waduh? Kok perasaan saya jadi tidak enak ya? Dengan langkah tergesa-gesa, saya mendekat pada loket check in maskapai penerbangan dan mencoba untuk menjelaskan duduk permasalahan saya. Namun, pegawai loket tidak memperbolehkan saya untuk masuk ke dalam boarding room, dengan alasan pesawat akan segera berangkat. "Masa sih Mbak? Coba tolong deh di-check dulu!" Mata si nona berbaju merah putih itu langsung melotot melihat kepada saya. Mungkin pikirnya: sudah terlambat, masih belagu pula! "Tidak bisa Mbak! Pintu boarding sudah ditutup. Coba deh bicara dengan atasan saya" Ia menunjuk seorang laki-laki yang sedang duduk di kursi dekat conveyer bagasi. Ternyata hari ini saya benar-benar mengalami kejadian seperti di film Holywood, ketinggalan pesawat! Akhhhhhh!

Tiba-tiba saya teringat kepada acara televisi reality show program travelling Amazing Race. Beberapa pesertanya pun sering mengalami kejadian seperti ini. Maka semangat juang saya untuk berangkat ke Surabaya kembali berkobar. Saya mendatangi loket maskapai penerbangan lain, untuk mendapatkan informasi jadwal keberangkatan ke Surabaya dengan asumsi bahwa saya harus tiba di bandara Juanda pada pukul 9.30, karena saya masih mempunyai tiket pesawat lanjutan Surabaya-Mataram yang akan berangkat pukul 10.00. Ternyata sebuah pesawat Lion Air akan berangkat pukul 8.30, sehingga tanpa ragu-ragu saya membeli tiket tersebut dan berjalan menuju bording room. Namun pesawat tersebut mengalami penundaan, sehingga baru tiba di Surabaya pada pukul 10.15. Menurut petugas bandara Juanda yang saya mintai keterangan, pesawat Merpati tujuan Mataram telah berangkat tepat pada waktunya. Otot kaki saya langsung lemas lunglai. Seluruh rencana saya untuk bisa berjemur di gili trawangan pun semakin kabur dan menghilang.

Namun, semangat saya kembali berkobar karena mengingat beberapa adengan di acara TV Amazing Race. Ayo....kamu pasti bisa! Maka dengan langkah sok penuh percaya diri, saya kembali menghampiri loket-loket maskapai penerbangan di bandara Juanda, dan saya pun mendapat jawaban yang sama: tiket Surabaya-Mataram sudah penuh! Waduh, teman-teman pasti sudah berjemur di pantai senggigi, masa gue berjemur di samping lumpur lapindo? Ah, sepertinya tidak menarik sama sekali. Mendingan gue cari tiket ke Bali aja deh, kata saya dalam hati.Tink.....tiba-tiba sebuah lampu pijar seperti menyala di samping kepala saya. Lebih baik mencari tiket ke Bali saja, baru besok paginya berangkat ke Mataram. Akhirnya saya mendapatkan tiket Surabaya-Bali yang berangkat pukul 15.00.

Ketika menginjakkan kaki di bandara Ngurah Rai Bali, jam tangan telah menunjukkan pukul 17.00. Terdapat perbedaan waktu satu jam antara kedua kota tersebut. Saya cukup mengenal kota Bali, sehingga mengetahui sebuah hotel yang murah namun nyaman di daerah Legian. Maka saya mencari taksi untuk bisa membawa saya ke sana. Mariza menghubungi pukul 18.00, ia sedang menikmati matahari tenggelam di pantai Senggigi-lombok sementara saya berada di pantai Kuta, Bali.

Keesokan harinya ketika matahari telah muncul di langit biru, saya pun bergegas berangkat ke bandara dan kali ini saya tidak terlambat. Tiket pesawat Merpati yang akan membawa saya berangkat ke Mataram telah terdapat dalam genggaman tangan. Jadwal keberangkatan pada pukul 7.00, namun menurut informasi petugas loket, akan terjadi penundaaan keberangkatan selama 1 jam. Maka selama menunggu, saya melihat sekeliling ruang tunggu. Beberapa turis asing berjalan hilir mudik di depan saya, kulit mereka telah berubah warna menjadi coklat gelap, sementara banyak orang Indonesia yang ingin mengubah warna kulitnya menjadi putih. Setelah lama menunggu, akhirnya pesawat saya pun berangkat menuju Mataram pada pukul 12.00. Bayangkan....saya harus menunggu 5 jam! Wow, betapa lamanya saya harus mondar-mandir seperti setrikaan di bandara! Saya pun merasa curiga dalam hati, jangan-jangan pesawat ini menunggu penumpang penuh seperti angkot? Di Bandara Selaparang Mataram, Mariza telah menunggu saya di depan pintu kedatangan. Ketika ia melihat saya keluar dari pintu, kalimat pertama yang diucapkannya: "Akhirnya datang juga!", sambil berkacak pinggang. Saya tersenyum simpul dan berjanji dalam hati untuk tidak pernah menyepelekan jam weker lagi.