Senin, 09 Februari 2009

Undangan Merah Marun

Sebuah undangan pernikahan tergeletak di atas meja ruang tamu. Nama saya dengan jelas tercetak di bagian depan amplop berwarna merah marun tersebut. Saat saya membuka undangan, terbaca nama seorang wanita sebagai salah satu calon pengantin yang berbahagia. Sebuah nama yang asing dalam ingatan, sehingga saya mencoba membuka file nama teman-teman wanita di dalam benak dan setelah beberapa menit mencoba, jawabannya tetap: no name matched. Apakah undangan pernikahan ini salah alamat? Untuk menemukan jawabannya, mata saya pun segera bergerak ke cetakan nama calon pengantin pria, dan seketika itu pun dapat dipastikan bahwa undangan tersebut tidak salah alamat, sebab nama pria yang tercetak di situ adalah mantan pacar saya. Gubraks!

Setelah dapat menguasai situasi dan keadaan tenang kembali, saya menyampaikan hal ini kepada keluarga terdekat dan mereka menganjurkan saya untuk datang ke pernikahan tersebut sambil ditemani salah satu dari dua orang pria ganteng bernama Michael dan Stevie. Mereka mengusulkan hal itu mengingat saat itu status saya masih jojoba (jomblo berbahagia). Dengan sangat berat hati akhirnya saya menolak usulan mereka, sebab walaupun kedua pria tersebut berwajah menarik dan menjadi pujaan hati banyak wanita, namun mereka berdua adalah saudara sepupu saya. Gubraks!

Seorang wanita yang belum menikah dan menghadapi peristiwa menerima undangan pernikahan mantan pacar, terbagi dalam dua kelompok besar yaitu mereka yang datang dengan membawa gandengan yang lebih ganteng dari mantan pacar dan mereka yang menaruh undangan pernikahan tersebut di pojok lemari pakaian tanpa menghadirinya. Sepertinya saya tidak akan masuk ke dalam dua kelompok wanita tersebut, sebab saya memutuskan untuk menghadirinya tanpa gandengan sebab saya kan bukan truk gandeng. Gubraks!

Pada hari pernikahan yang telah ditentukan, saya pun berjalan dengan mantapnya masuk ke dalam gedung. Walaupun saya tidak didampingi oleh seorang pria yang ganteng, namun bukan berarti minim persiapan. Tentu saja saya mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik, gaun yang menarik, rambut tertata rapi dan tak lupa mengucapkan doa supaya Tuhan menguatkan hati saya. Gubraks!

Ternyata proses memberikan selamat kepada pasangan pengantin dan kedua orang tua mereka pun berjalan dengan lancar. Kemudian saya menuju ke meja makanan dan setelah menyapa beberapa orang kenalan yang berdiri di sekitar meja, saya pun mengambil makanan yang terlihat sangat lezat. Saat saya mulai makan dan tanpa sengaja melihat ke podium pengantin, tiba-tiba makanan yang sedang berada di tenggorokan saya tidak dapat ditelan. Mata saya pun bergerak ke seluruh penjuru ruangan untuk mencari minuman dan terlihat sebuah gelas berisi air putih tergeletak di pojok ruangan. Saya setengah berlari menuju gelas tersebut dan sedikit berkompetisi dengan seorang ibu dengan jambul rambut yang tinggi, namun saya memenangkan kompetisi, berhasil mengambil gelas dan meminumnya. Akhirnya makanan yang tersangkut itu berhasil tertelan dan saya pun kembali bernapas lega. Sebuah pengalaman yang menegangkan namun yang paling penting adalah saya berhasil mengalahkan rasa takut menghadapi pernikahan seorang mantan pacar, walaupun terjadi insiden makanan tersangkut di tenggorokan. Gubraks!