Senin, 25 Oktober 2010

Semangat Generasi Muda Indonesia

Menjelang peringatan hari Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober, sebuah artikel menarik mengenai hal yang membanggakan bangsa Indonesia tercetak di surat kabar nasional. Artikel tersebut membahas program "Indonesia Mengajar", sebuah kegiatan yang diprakarsai oleh Bapak Anies Baswedan, Rektor Universitas Paramadina, Jakarta. Gerakan ini memiliki tujuan untuk mencari generasi muda terbaik yang akan ditempatkan sebagai guru Sekolah Dasar di daerah terpencil selama satu tahun. Ide tersebut tercetus mengingat kondisi masih banyaknya sekolah dasar di daerah terpencil yang dibimbing oleh guru-guru dengan kualitas yang tidak sesuai dengan standar. Selama bertugas, generasi muda terbaik ini akan mendapatkan uang saku Rp. 3.2 juta sampai Rp. 4.8 juta per bulan tergantung dari daerah tugas.

Meskipun persyaratannya cukup ketat, indeks prestasi kumulatif (IPK) minimal 3, berusia di bawah 25 tahun dan berbagai persyaratan lain, tercatat 1.383 orang mendaftar program ini. Mereka merupakan lulusan terbaik dari berbagai perguruan tinggi. Dan setelah diseleksi ketat, terpilih 160 orang, kemudian melalui proses seleksi lebih lanjut terpilih 51 sarjana berkualitas terbaik yang akan ditempatkan di lima daerah terpencil yakni di Kabupaten Halmahera Selatan (Maluku Utara), Kabupaten Paser (Kalimantan Timur), Kabupaten Bengkalis (Riau), Kabupaten Majene (Sulawesi Barat) dan Kabupaten Tulang Bawang Barat (Lampung).

Meskipun mereka akan ditempatkan di daerah terisolasi yang sarana transportasinya sangat sulit, listrik terbatas dan tidak ada sinyal telepon apalagi internet, para sarjana berkualitas tersebut sangat antusias akan tantangan yang akan dihadapinya. Bahkan salah seorang di antara mereka, dengan kesadaran tinggi, rela meninggalkan kehidupan yang sangat layak di Singapura dengan gaji besar di perusahaan multinasional, demi tujuan mulia untuk memberikan pendidikan yang bermutu dan memberikan motivasi untuk belajar dengan giat kepada anak-anak di daerah terpencil. Sebelum berangkat ke daerah terpencil, para calon pengajar ini diberikan pelatihan di asrama selama tujuh minggu, termasuk cara mengajar, kurikulum pengajaran, ekstrakurikuler, sampai menjaga kesehatan di daerah terpencil. Di dalam asrama, aliran listrik dimatikan setelah pukul 10 malam dan telepon seluler disimpan panitia supaya mereka tidak kaget menghadapi keadaan minim listrik di daerah tujuan pengajaran.

Artikel tersebut seperti angin segar di antara pemberitaan negatif yang selalu dibaca dan dilihat oleh bangsa Indonesia akhir-akhir ini mengenai tawuran antar warga, demonstrasi mahasiswa yang anarkis dan beringas maupun tim sepakbola nasional yang kurang bisa dibanggakan. Bangsa Indonesia ternyata masih punya harapan untuk bangkit dari keterpurukannya. Generasi muda Indonesia, ayo tunjukkan semangatmu demi kemajuan negeri ini!


Sumber tulisan: artikel Pengajar Muda, Mereka yang Dibutuhkan Negeri Ini, Kompas,21 Oktober2010,hal.1 & 15, THY

Rabu, 20 Oktober 2010

Resensi Buku: John Perkins, Confessions of an Economic Hit Man




     Membaca sebuah buku seperti membuka jendela dan seketika kalimat pertama terbaca, saat itu pula kita seakan-akan melompat masuk ke dalam lokasi pembahasan cerita untuk kemudian berjalan mengikuti alur cerita buku tersebut. Hal tersebut dirasakan saat membaca buku Confessions of an Economic Hit Man dengan tahun 1963 sebagai awal pembahasan cerita. Buku ini termasuk buku yang kontrovesional, sebab sang penulis, John Perkins, membuat sebuah gebrakan yang cukup berani untuk mengakui pengalamannya bekerja sebagai seorang pelayan kepentingan korporatokrasi (koalisi pemerintah, bank dan korporasi) Amerika Serikat dan memberikan andil yang cukup besar penyebab terjadinya beberapa peristiwa dramatis dalam sejarah, seperti kejatuhan Shah Iran, kematian presiden Panama Omar Torrijos dan invasi Amerika ke Panama & Irak.


     Korporatokrasi bukanlah sebuah konspirasi, tetapi anggota-anggotanya mendukung nilai dan sasaran bersama. Salah satu fungsi korporatokrasi yang terpenting adalah mengabadikan dan secara terus menerus memperluas dan memperkuat sistem ketergantungan sebuah negara dengan menyajikan model untuk mengkonsumsi, mengkonsumsi, mengkonsumsi. Setiap kesempatan akan dipergunakan untuk menyakinkan  suatu bangsa bahwa membeli berbagai barang adalah salah satu kewajiban sebagai warga negara dan menjarah bumi adalah tindakan yang baik dilakukan atas nama laju ekonomi dan hal itu akan memenuhi kepentingan yang lebih tinggi. Economic Hit Man merupakan sekelompok laki-laki dan perempuan elite yang memanfaatkan organisasi keuangan international untuk menimbulkan kondisi yang menjadikan bangsa-bangsa lain tunduk pada corporatocacy. Kondisi tersebut diskenariokan dalam bentuk pinjaman untuk mengembangkan infrastruktur seperti: pembangkit tenaga listrik, jalan raya, pelabuhan, bandar udara atau kawasan industri. Salah satu syarat pinjaman adalah: perusahaan kontraktor dari negara Amerika Serikat-lah yang mesti membangun semua proyek itu. Meskipun faktanya uang itu dikembalikan kepada korporasi, negara penerima bantuan diharuskan untuk membayar semuanya kembali, pokok pinjaman beserta bunganya. Jika seorang EHM berhasil sepenuhnya, pinjaman itu akan sedemikian besarnya sehingga penerima pinjaman terpaksa mengalami gagal bayar hutang sesudah beberapa tahun dan seperti mafia, para EHM akan menuntut pembayaran penuh.


     Proses awal keterlibatan John Perkins dalam kegiatan korporatokrasi dimulai ada tahun 1971 saat ia menjalani proses perekrutan terselubung oleh United States National Security Agency dan tercantum sebagai penerima gaji dari perusahaan konsultan international untuk kemudian berkelana ke berbagai pelosok dunia (Indonesia, Panama, Ekuador, Kolombia, Saudi Arabia, Iran dan negara strategis lainnya). Lebih spesifik mengenai pekerjaannya, seorang Economic Hit Man akan memprediksi efek menginvestasikan miliaran dolar di suatu negara, dengan memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 20 hingga 25 tahun ke depan dan mengevaluasi dampak berbagai proyek. Sebagai contoh, jika keputusan telah dibuat untuk meminjamkan uang USD $1 miliar kepada suatu negara, maka mereka akan membandingkan manfaat investasi uang tersebut jika diinvestasikan ke dalam proyek pembangkit tenaga listrik atau jaringan jalan kereta api nasional atau sistem telekomunikasi. Tugas pertama John Perkins adalah menghitung proyeksi ekonomi investasi sebuah negara berkembang yang berlokasi di wilayah tropis yang kaya minyak dan menurut pejabat pemerintahan Amerika Serikat pada waktu itu negara tersebut perlu diselamatkan dari paham komunisme, Indonesia.


     Jakarta sebagai ibu kota Indonesia pernah ditinggalinya untuk beberapa waktu dan ia terkesan dengan hal-hal indah dan tragis yang terekam dalam pengamatannya. Rumah-rumah besar kolonial Belanda dan bangunan mesjid-mesjid dengan menaranya, sementara itu di pojokan kota terlihat penderita-penderita kusta yang mengulurkan puntungan daging berdarah sebagai ganti tangan. Sungai-sungai jaman Belanda telah berubah fungsi menjadi comberan dengan dikelilingi oleh gubuk-gubuk karton tempat seluruh keluarga tinggal di sepanjang tepi sungai hitam yang penuh sampah. Tugas pertama melakukan prediksi investasi infrastruktur di Indonesia telah dilakukan dengan hasil yang cukup memuaskan sehingga John Perkins pun ditugaskan ke beberapa negara berkembang lainnya.


     Kejadian tragis apakah yang membuat John Perkins berani mengambil keputusan untuk menuliskan buku mengenai kegiatan masa lalunya sebagai EHM? Seberapa jauh keterlibatannya dalam peristiwa terbunuhnya Presiden Panama Omar Torrijos dalam sebuah kecelakaan pesawat? Semua hal itu dapat Anda baca lebih lanjut dalam buku pengakuan dosa yang menarik ini apalagi beberapa bab di awal buku membahas negara kita tercinta, Indonesia.


Judul Buku : Confessions of an Economic Hit Man (edisi Indonesia)
Penulis       : John Perkins
Publikasi     : Penerbit Abdi Tandur


Selasa, 19 Oktober 2010

Danau Tiga Warna Kelimutu, Flores


Pada suatu pagi hari yang cerah, sebuah pesawat terbang komersial tujuan Maumere-Denpasar melintas di atas Danau Tiga Warna Kelimutu di Pulau Flores. Terdengar pemberitahuan dari pengeras suara pesawat bahwa pilot akan memberikan kesempatan kepada para penumpang untuk mengabadikan keindahan danau tersebut. Setelah meminta seluruh penumpang untuk memasang sabuk pengaman, sang pilot dengan sengaja memiringkan badan pesawat ke arah kanan sehingga penumpang yang duduk di sebelah kanan dapat mengabadikannya dengan kamera mereka. Beruntung pada saat itu, sebagai penumpang pesawat, saya dan kawan-kawan duduk di posisi strategis, sehingga dapat memotret foto tampak atas ketiga danau yang terletak di kaki Gunung Kelimutu tersebut. Kami dapat dikatakan beruntung bisa memotret tampak atas, sebab walaupun kami telah berkunjung ke sana, sangat sulit untuk dapat membuat foto area secara keseluruhan karena posisi ketiga danau tidak berdampingan.

Sebelum pergi meninggalkan Pulau Flores, kami sempat menginap di Kampung Moni yang terletak di desa Koanara, Kabupaten Ende. Tujuan utama kami adalah melihat matahari terbit di Danau Tiga Warna dan Kampung Moni merupakan perkampungan paling dekat dengan kaki Gunung Kelimutu sehingga banyak dibangun penginapan sederhana di sana sebagai tempat peristirahatan bagi turis yang memiliki niat mengunjungi Danau Kelimutu di pagi hari. Dibutuhkan waktu 45 menit perjalanan dari Kampung Moni menuju halaman parkir Taman Nasional Gunung Kelimutu dengan kendaraan bermotor dan setelah itu perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki mendaki tangga selama 30 menit sampai di bibir danau. Perjalanan yang sedikit melelahkan, namun pemandangan yang kemudian terbentang di hadapan kami dapat mengobati rasa lelah itu.

Saoria Wisata Cottage

Menurut sejarahnya, Gunung Kelimutu pernah meletus pada tahun 1886 dengan meninggalkan kawah berbentuk tiga buah danau yang letaknya berdekatan. Area tersebut diresmikan sebagai Taman Nasional sejak tanggal 26 Februari 1992. Masyarakat setempat meyakini bahwa setelah seseorang meninggal dunia, arwahnya akan tinggal di Kelimutu dan menempati salah satu dari ketiga danau tersebut tergantung usia dan perbuatannya sebelum meninggal, yaitu: Danau Muda-Mudi (Tiwu Nuamuri Koofai), Danau Orang Jahat (Tiwu Ata Polo) dan Danau Orang Tua (Tiwu Ata Mbupu). Salah satu misteri yang terjadi di area tersebut adalah warna dari masing-masing danau dapat berubah-ubah dengan sendirinya tanpa dapat diduga oleh penduduk sekitar. Menurut papan informasi yang terdapat di lokasi wisata, kondisi ini disebabkan oleh kandungan mineral yang terdapat di dalam air danau. Saat kami berkunjung ke area tersebut di akhir bulan Maret 2010, Danau Muda-Mudi berwarna hijau muda, Danau Orang Jahat berwarna hijau tua dan Danau Orang Tua berwarna coklat kehitaman.

Danau Muda-Mudi (Tiwu Nuamuri Koofai)


Danau Orang Tua (Tiwu Ata Mbupu)

Danau Tiga Warna Kelimutu dapat ditempuh dari kota Maumere yang berjarak 83 kilometer dengan menggunakan mobil sewaan dengan kisaran biaya sekitar Rp. 600.000 untuk perjalanan Maumere-Kelimutu-Maumere dan biaya penginapan di Kampung Moni sekitar Rp.90.000-150.000 per kamar yang dapat ditempati oleh 4 orang. Apakah Anda penasaran ingin membuktikan fenomena alam perubahan warna dari ketiga danau tersebut? Janganlah ragu untuk mengunjungi kawasan wisata di Kabupaten Ende, Pulau Flores ini. Pengalaman mendaki kaki Gunung Kelimutu dan pemandangan alam Danau Tiga Warna Kelimutu akan selalu dapat membuat para pengunjungnya tersenyum bahagia.

Kami, empat wanita penjelajah Pulau Flores (Sule, Kaka, Tante Christine & phendrani), telah berhasil mencapai Danau Tiga Warna Kelimutu. Bagaimana dengan Anda?