Sebuah keberuntungan membawa saya kembali dapat berkunjung ke pulau Lombok. Dapat dikatakan sebagai keberuntungan, karena kunjungan kali ini ke Nusa Tenggara Barat dibiayai oleh perusahaan tempat saya bekerja, walaupun konsekuensi yang harus dijalani adalah selama tiga hari dua malam mengikuti rangkaian rapat yang panjang dan melelahkan. Namun hal tersebut tidak menghalangi saya untuk merasa gembira karena seorang penggemar travelling akan menghargai keadaan dimana dirinya dapat bepergian tanpa mengeluarkan biaya pribadi.
Ketika rangkaian rapat telah diselesaikan dengan baik dan akhir pekan telah tiba, beberapa rekan kantor memutuskan untuk memperpanjang masa kunjungannya di pulau Lombok namun dengan konsekuensi biaya selama masa extend tersebut harus ditanggung sendiri oleh peserta. Hal tersebut tidak menyurutkan semangat enam orang yang akhirnya memutuskan untuk pergi mengunjungi Gili Trawangan yang terletak di bagian barat laut pulau Lombok. Dan sudah dapat dipastikan nama saya tercantum di dalam list kelompok enam orang ini, sehubungan dengan status saya yang pernah berkunjung ke sana, sehingga rekan-rekan pun mempercayakan pengaturan akomodasi dan transportasi kepada saya.
Ketika hari Sabtu menjelang, kami bersiap dengan tas ransel masing-masing di depan lobby hotel yang terletak di daerah Senggigi, kami menunggu jemputan. Beberapa penginapan di Gili Trawangan menyediakan transportasi mobil penjemputan dan perahu mesin untuk menyeberang dari Senggigi, dan kami pun tanpa ragu memilih paket tersebut sebab dengan menginap satu malam di sana, kami mempunyai banyak waktu untuk menikmati keindahan alam pulau tersebut. Dan sebagai informasi, hampir 90% penginapan yang terletak di gugusan Gili milik pengusaha dari benua Eropa, sebagian besar berasal dari negara Jerman dan Perancis. Perahu mesin yang akan mengantarkan kami menyeberangi selat Lombok berangkat terlambat 15 menit, namun hal itu tidak menjadi masalah karena kami telah terpesona dengan keindahan alam yang terbentang di depan mata. Keadaan perairan sedang bersahabat, langit cerah, air laut dalam kondisi tenang dan terlihat di sebelah kiri perahu pemandangan Gunung Agung-pulau Bali dan di sebelah kanan terlihat Gunung Rinjani-pulau Lombok. Pemandangan indah seperti inilah yang selalu membuat saya bangga dengan kekayaan alam yang diberikan Tuhan kepada bangsa Indonesia.
Setelah tiga puluh menit berada di perairan selat Lombok, perahu mesin merapat di dermaga Gili Trawangan. Terlihat beberapa turis asing tengah bersiap-siap naik ke atas perahu sambil membawa tabung oksigen dan memakai baju selam. Terlihat beberapa turis asing tengah menikmati pemandangan sambil naik sepeda sewaan. Terlihat beberapa turis asing naik kuda delman yang disebut cidomo. Terlihat beberapa turis asing sedang bersenda gurau dengan penduduk lokal. Saya pun heran, dimana-mana turis asing, dimanakah turis lokal dari Indonesia? Jangan-jangan hanya kami berenam sajakah yang dapat disebut sebagai turis lokal? Hmm, mungkin saja.
Setelah beristirahat sejenak di penginapan, kami pun memutuskan untuk menghabiskan waktu dengan mengikuti tur gilis hopping sambil menikmati keindahan terumbu karang dengan snorkeling. Disebut tur gilis hopping karena kami akan mengelilingi tiga pulau yang terletak berdekatan di dalam gugusan pulau kecil ini dengan perahu mesin, ketiga pulau tersebut adalah: Gili Trawangan, Gili Meno dan Gili Air. Setelah lelah snorkeling dan menikmati makan siang di Gili Air, tibalah saatnya bagi kami untuk kembali ke Gili Trawangan. Saat acara makan siang di Gili Air, awan hitam telah menggantung di langit, dan air laut mulai bergejolak. Keadaan perairan selat Lombok semakin meresahkan karena ombak tinggi mulai menghempas perahu kami dengan awak perahu terdiri dari seorang nahkoda dan seorang asistennya. Angin dingin dan hujan rintik-rintik yang menerpa wajah tidak kami hiraukan, sebab rasa takut perahu akan terguling karena hempasan ombak tinggi lebih menguasai hati kami. Di saat yang menegangkan itu, kami hanya bisa bergantung pada keahlian sang nahkoda mengendalikan perahu, dan jaket pelampung yang kami pergunakan saat snorkeling tidak kami lepaskan dari badan. Suasana sunyi pun tercipta di antara kami, namun setelah menjalani 20 menit dalam suasana menegangkan, perahu mulai mendekati dermaga Gili Trawangan dan sang nahkoda perahu pun mengurangi kecepatan mesin perahu. Fiuuh....kami berenam pun bernapas lega kembali. Thanks God.
Kembali ke penginapan, beristirahat sejenak, setelah itu kami pun tidak ingin menyia-nyiakan waktu hanya berdiam diri di dalam penginapan, maka kami memutuskan untuk trekking ke atas bukit yang terletak di pulau dan menunggu matahari terbenam. Karena tidak mengetahui jalur trekking, kami sempat tersesat dan hanya bertemu dengan beberapa ekor sapi yang sedang merumput. Andai saja sapi-sapi itu dapat berbicara, pasti mereka akan menunjukkan arah yang tepat kepada kami. Hari semakin gelap, dan kami semakin putus asa, namun akhirnya salah satu dari kami melihat rumah penduduk dan berkat informasi dari penduduk lokal yang baik hati, kami menemukan jalan kembali ke tengah keramaian. Menu makan malam adalah seafood, tentu saja, yang kami nikmati di sebuah restaurant di pinggir pantai. Setelah menyantap makan malam, kami kembali ke penginapan. Sungguh hari yang sangat melelahkan dan penuh dengan perjuangan, maka tidak heran bila kaki saya pun terasa pegal-linu.
Hari Minggu yang cerah menyapa kami. Tanpa terasa, kami harus meninggalkan segala keindahan ini untuk kembali ke rutinitas kami di Jakarta. Pesawat kami akan tinggal landas dari bandara Selaparang-Mataram pada pukul 2 sore hari, maka kami hanya punya waktu sampai pukul 10 pagi di Gili Trawangan, sebab sebuah speedboat akan mengantarkan kami kembali ke pulau Lombok pukul setengah 11. Dengan sedikitnya waktu yang tersisa, saya dan dua orang rekan memutuskan untuk menyewa sepeda selama satu jam. Begitu indahnya alam yang terbentang di depan mata dan begitu banyaknya pria asing berwajah tampan yang berjalan mondar-mandir di kanan kiri saya, sehingga setang sepeda pun oleng dan tanpa disengaja saya pun terjatuh dengan suksesnya. Namun sayangnya, para pria tampan itu tidak ada yang menolong, sampai akhirnya dua rekan saya datang menolong dengan wajah penuh belas kasihan dan menahan tawa. Beberapa penduduk lokal yang baik hati pun bergegas menolong dan mengatakan bahwa luka di lutut saya merupakan oleh-oleh tidak terlupakan dari Gili Trawangan. Aih....bisa aja deh.
Tanpa terasa, tiba saatnya bagi kami untuk mengucapkan selamat tinggal kepada pulau yang indah ini. Namun, petualangan belum selesai, sebab naik speedboat pun merupakan bagian dari petualangan yang sangat seru, mirip adegan di salah satu episode serial detektif Miami Vice. Perjalanan ke pulau Lombok hanya ditempuh dalam waktu 15 menit, dengan kondisi beberapa kali speedboat melayang di udara dan menghempas dengan keras di atas permukaan air laut. Sungguh, sebuah petualangan yang seru dan tak terlupakan.
Semoga jurnal ini dapat membuat Anda tertarik untuk mengikuti jejak kami melakukan perjalanan ke pulau Lombok dan Gili Trawangan. Sepertinya kita harus mulai belajar mencintai keindahan alam yang telah Tuhan berikan kepada kita secara cuma-cuma. Apakah harus bangsa asing yang memberitahukan kepada kita supaya kita bersyukur atas keindahan alam ini? Mudah-mudahan hal itu tidak akan pernah terjadi.