Sebuah surat elektronik dengan status belum terbaca tersimpan di dalam inbox, setelah saya buka ternyata email tersebut dikirim oleh seorang sahabat yang saat ini bermukim di USA. Isi surat elektronik itu adalah ajakan untuk mengikuti acara Semana Santa di pulau Flores, dan di akhir suratnya sahabat saya itu pun menambahkan: kalau tidak tahu arti Semana Santa, googling saja..... Wah, sepertinya dia bisa menebak bahwa saya tidak punya bayangan sama sekali mengenai arti Semana Santa. Dan saya pun patut mengucapkan terima kasih kepada Oom google, sebab lewat website-nya saya menemukan informasi mengenai acara tersebut. Semana Santa merupakan rangkaian acara pekan suci Paskah yang dilaksanakan di kota Larantuka, sebuah acara yang diadopsi dari budaya bangsa Portugis yang pernah menjajah pulau Flores. Tahun 2010 merupakan tahun istimewa sebab acara tersebut memasuki tahun penyelenggaraan ke-500.
Surat elektronik tersebut dikirimkan di akhir bulan Februari dan Semana Santa akan dilaksanakan pada awal bulan April. Sebagai seorang sahabat yang baik, jelas saya tidak bisa menolak permintaan mengikuti prosesi unik tersebut, apalagi sahabat saya itu akan datang jauh-jauh dari USA menuju Pulau Flores, sementara saya yang berada di Jakarta mengapa harus berpikir ribuan kali? Kemudian bagaimana kelanjutan rencana petualangan kami? Jelas sekali: gedebak-gedebruk....tiket pesawat dalam antrian, jawaban staff hotel-hotel di Larantuka: kamar kosong? mimpi kali ye... (akibat konfirmasi kedatangan 10.000 orang peziarah yang akan ikut acara)...dan yang paling penting saya belum mendapatkan ijin kabur dari kantor alias permit cuti dari bos....oh lala....Namun hal tersebut tidak menyulutkan semangat kami, setelah satu persatu masalah tersebut dapat kami selesaikan, dan mempersiapkan diri dengan meminum pil anti malaria seminggu sebelum keberangkatan, akhirnya kami dapat berangkat ke pulau Flores. Rombongan kami terdiri dari saya beserta Kaka dan Sule, kami bertiga telah bersahabat sejak kuliah, dan tante Christine, ibunda dari Kaka yang menurut saya memiliki stamina mengagumkan karena di usia pertengahan 50 bersedia ikut dalam perjalanan ini.
Perjalanan dimulai dari kota Labuan bajo yang terletak di Flores bagian paling barat, dengan mobil sewaan beserta supir menuju kota Larantuka yang terletak di Flores bagian paling timur. Perjalanan kami pun ditempuh dalam 5 hari dengan berhenti untuk menginap di kota Ruteng, Bajawa, Moni, dan Maumere. Kami sampai di kota Larantuka pada hari Rabu, dan karena kamar hotel penuh, kami menghabiskan satu malam di biara susteran Congregatio Imitationis Jesu (Serikat Pengikut Yesus). Akses masuk kota Larantuka ditutup pada hari Kamis pekan suci, untuk menjaga agar acara pekan suci tersebut berjalan dengan hikmad tanpa gangguan, sementara di dalam kota Larantuka, telah berkumpul sedikitnya 10.000 orang yang datang untuk melihat dan mengikuti acara tersebut.
Pekan suci menyambut Paskah di Larantuka dimulai dengan Rabu Trewa , acara tersebut berisi lamentasi atau nyanyian ratapan yang diadakan di gereja. Keesokan harinya, diadakan penghormatan kepada patung Tuan Berdiri (simbol Yesus Kristus yang disiksa) dan Tuan Tido (simbol Yesus Kristus yang terbaring di peti mati setelah disalib).
Penghormatan simbol-simbol duka cita ini dilakukan di pulau Adonara (berjarak 10 menit dari kota Larantuka dengan perahu mesin). Pada malam harinya diadakan misa Kamis Putih untuk memperingati perjamuan terakhir Yesus Kristus dengan para muridnya.
Hari Jumat Agung, merupakan hari tersibuk dan melelahkan bagi para peziarah, sebab beberapa acara penting akan diadakan pada hari ini. Di pagi hari, diadakan penghormatan kepada patung Tuan Ma (simbol Bunda Maria yang berduka) dan Tuan Ana (simbol Yesus Kristus yang mati disalib) diadakan di gereja Tuan Ma dan gereja Tuan Ana.
Gereja Tuan Ana
Penghormatan kepada Tuan Ana
Gereja Tuan Ma
Penghormatan kepada Tuan Ma
Kemudian pada siang harinya diadakan prosesi menghantar Tuan Menino (simbol kanak-kanak Yesus) melalui perahu yang digerakkan dengan menggunakan kayuh oleh 3 orang laki-laki berpakaian hitam, diikuti oleh puluhan perahu mesin baik yang besar maupun kecil yang disesaki oleh para peziarah.
Terus terang, hati saya tersentuh saat melihat prosesi ini, sebab begitu besar semangat para pendayung perahu yang membawa Tuan Menino di tengah laut melawan ombak.
Di sore hari pada hari Jumat tersebut, diadakan misa Jumat Agung bertempat di Katedral Reinha Rosari dan setelah itu diadakan lamentasi untuk memulai prosesi menghantar Tuan Ma dan Tuan Ana mengelilingi kota Larantuka. Prosesi tersebut dimulai pada pukul 21.00 s/d 2.00 Waktu Indonesia Bagian Tengah. Suasana khidmad meliputi hati para peziarah saat prosesi perarakan tersebut berlangsung, lilin-lilin diletakan di sekeliling jalan perarakan dan penduduk yang tinggal di sekitar lokasi perarakan turut ambil bagian dalam prosesi ini dengan membuka semua pintu serta jendela rumah dan meletakkan lukisan Yesus Kristus maupun salib di halaman depan rumah.
Acara Semana Santa masih berlangsung, pada saat saya dan teman-teman meninggalkan Larantuka pada pukul 00.30 pagi hari, sebab kami harus berangkat menuju kota Maumere yang akan ditempuh dalam waktu 3 jam, untuk mengejar pesawat dengan jadwal take off pada pukul 07.15, pesawat tersebut akan membawa kami kembali ke pulau Jawa. Walaupun tidak mengikuti upacara ini sampai akhir, namun saya sangat terkesan dengan proses inkulturasi yang terjadi di Larantuka. Acara Semana Santa merupakan proses inkulturasi budaya Portugis dengan budaya asli orang Nagi (sebutan penduduk asli kota Larantuka) dan tradisi gereja Katolik. Inkulturasi ini membuat kota Larantuka menjadi istimewa, walaupun hanya sekali dalam setahun dipenuhi oleh para peziarah.