Di awal bulan Desember 2009, penduduk Jakarta dikejutkan dengan berita meninggalnya 3 orang berusia muda akibat jatuh dari ketinggian, dan peristiwa tersebut terjadi hampir bersamaan di 3 pusat perbelanjaan mewah yang berbeda. Sebagai tambahan informasi yang lebih mengejutkan, mereka diketahui dengan sengaja menjatuhkan diri alias bunuh diri. Sebuah tindakan yang tidak pernah dilakukan secara spontan sebab berdasarkan penelitian di berbagai negara, tidak ada tindakan bunuh diri yang langsung dilaksanakan pada pikiran pertama, artinya, seseorang akan menimbang-nimbang terlebih dahulu sebelum benar-benar melaksanakan niatnya (Kompas, 13/12/2009, Hal.17).
Tindakan nekad mengakhiri hidup sendiri ini diduga sebagai akibat rasa putus asa menghadapi tekanan hidup yang berat ataupun menghadapi penyakit kronis yang tak tersembuhkan ataupun akibat putus cinta. Apakah mereka yang melakukan hal nekad tersebut tidak memiliki teman di kehidupan sehari-hari yang dapat dijadikan sebagai tempat curahan hati? Sepertinya jawabannya adalah belum tentu, sebab mungkin saja para korban ini memiliki banyak teman namun hanya dapat dianggap sebagai artificial friend, alias orang-orang yang diketahui berteman hanya di permukaan atau basa-basi saja. Teman yang ada di saat mereka sedang berbahagia namun melarikan diri di saat mereka sedang sedih atau susah hati ataupun mereka dikelilingi oleh teman-teman yang tidak tulus mencintai sehingga di saat mereka mengalami depresi/frustasi/putus asa, mereka sulit menemukan orang untuk berbagi.
Menurut data riset kesehatan dasar tahun 2007 yang diadakan oleh Departemen Kesehatan RI, penderita yang mengalami depresi di wilayah Jakarta adalah 14,6 % populasi penduduk Indonesia, sebuah angka yang mengkhawatirkan, karena siapa tahu sebenarnya salah satu anggota keluarga kita ataupun salah satu teman kita termasuk di dalam kelompok orang yang sedang mengalami rasa depresi dan frustasi. Tingginya angka penderita depresi di Jakarta diakibatkan oleh besarnya tekanan hidup di kota metropolitan ini dan suasana individual yang semakin kental. Apakah yang dapat kita lakukan untuk menekan angka penderita depresi? Langkah terbaik yang dapat kita lakukan adalah: janganlah menutup mata/menutup telinga/menutup mulut apalagi menutup wajah kepada orang-orang yang ada di sekitar kita, karena siapa tahu di sekitar kita terdapat penderita depresi yang sedang membutuhkan motivasi dan semangat untuk melanjutkan hidup. Selain itu kita pun sebaiknya memotivasi diri untuk mengembangkan sikap tulus dalam berteman dan memperhatikan orang lain, sehingga pada akhirnya akan diperoleh hasil: artificial friend, no more!!!
Sumber Tulisan: Saat Hidup Tidak Lagi Berarti, Lusiana & Yulia, Kompas 13/12/2009.
Photograph is taken by Alice Mulia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar