Tidak mempunyai ide untuk menulis adalah sebuah mimpi buruk bagi seorang penulis yang sedang dikejar tenggat waktu penerbitan. Mimpi buruk itu dapat menyebabkan rasa frustasi yang membuat penampilan sang penulis menjadi amburadul alias acak-acakan; rambut gimbal tidak disisir, malas melihat matahari alias keluar rumah, sobekan dan gulungan kertas berhamburan di sekeliling meja komputer dan yang paling parah: aktifitas mandi berada di urutan ke100 yang akan dilakukannya. Wah, untung saja saya bukan 100% penulis, sebab saat ini saya hanyalah seseorang yang nekad menulis pengalamannya.
Ide & imajinasi untuk menulis sedang tidak ada di dalam pikiran, namun saya akan menceritakan kejadian saat terjadi gempa di hari Rabu, 2 September yang lalu. Saat itu saya sedang berada di lantai 10 sebuah gedung di daerah Kuningan, Jakarta, menghadiri rapat bulanan divisi. Mata saya sedang berada di level 5 watt ketika saya melihat pigura foto wakil presiden RI Jusuf Kalla yang terpasang di dinding bergerak ke kanan-ke kiri. Wah, saya pasti sudah mengantuk berat nih...gawat.....batin saya. Namun untung saja, ternyata saya tidak berhalusinasi melihat pigura tersebut bergerak, sebab tidak hanya pigura foto itu saja yang bergerak, tirai jendela pun turut bergerak begitu pula dengan saya yang sedang duduk dengan manis di kursi. Gempa bumi...salah satu rekan saya berkata dengan suara keras. Peserta rapat berjumlah 10 orang dan kami saling berpandang-pandangan, bila ada satu orang saja yang lari keluar ruangan, pasti kami semua akan bergegas mengikuti jejaknya. Namun atasan saya pun menenangkan situasi dengan berkata: tenang, tidak perlu panik, kita bisa bersembunyi di bawah meja rapat. Meja rapat yang terdapat di dalam ruangan terbuat dari kayu jati yang kokoh, namun tetap saja goncangan gempa membuat hati kami ciut. Setelah saling berpandangan selama 1 menit, gempa berhenti dan meeting pun dilanjutkan kembali.
Ketika kami sedang berusaha memusatkan pikiran kembali ke topik meeting, goncangan gempa kembali terjadi walaupun kali ini intensitasnya telah berkurang seperti yang biasanya terjadi pada gempa susulan. Acara meeting rencananya akan dilanjutkan kembali saat suara ketukan pintu terdengar, salah satu rekan kami dari General Affair meminta kami untuk meninggalkan ruang meeting, kami harus mengikuti evakuasi turun dengan tangga. Ketika saya keluar ruangan, saya pun menyadari bahwa seluruh ruangan kantor sudah sunyi senyap, where's everybody?
Ketika kami sampai dengan selamat di lantai dasar, kami menemukan kerumunan orang yang telah mendahului kami turun. Pemimpin rapat mendekati atasan saya dan bertanya kira-kira berapa lama proses evakuasi ini akan berlangsung, dan atasan saya menjawab: kira-kira satu jam, dan pemimpin rapat berkata: baiklah, setelah itu kita kembali ke atas untuk melanjutkan meeting. Saya yang mendengar perkataannya hanya bisa berharap agar tidak terjadi lagi gempa susulan.
Ternyata gempa berkekuatan 7,3 SR berpusat di 142 kilometer barat daya Tasikmalaya, informasi ini saya peroleh dari rekan yang mendapatkan informasi dari internet. Wah, sungguh cepat informasi dapat kita peroleh di jaman milenium ini. Kami masih dapat dikatakan beruntung bila dibandingkan dengan mereka yang tinggal dekat dengan pusat gempa, dimana banyak sekali orang yang kehilangan sanak saudara, rumah bahkan tertimpa longsoran tebing yang runtuh. Wilayah Indonesia memang terletak di zona gempa baik itu gempa tektonik maupun vulkanik, sehingga keadaan ini tidak dapat dihindari oleh kita....kata saya dalam hati saat naik kembali ke lantai 10 untuk melanjutkan meeting.
Turut berduka cita bagi saudara-saudara kita yang kehilangan harta benda & orang yang dicintai dalam peristiwa gempa bumi di Tasikmalaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar