Senin, 01 Agustus 2011

Oleh-oleh dari Shenzhen

Kota Shenzhen dapat ditempuh dengan menggunakan kereta api dari kota Guangzhou dengan waktu tempuh 1.5 jam dan biaya yang dikeluarkan 80 yuan (Rp. 107 ribu). Kota Shenzhen memiliki sebuah bandara international yang dapat dicapai menggunakan bus kota, metro (subway) dan taksi. Letak bandara cukup jauh dari tengah kota, jika menggunakan metro, waktu yang ditempuh 50 menit, bila dengan taksi/mobil, waktu yang ditempuh sekitar 1 jam. Apabila Anda akan meninggalkan kota Shenzhen menggunakan pesawat terbang, usahakanlah untuk datang satu jam sebelum waktu boarding, karena pihak bandara Shenzhen cukup ketat melaksanakan peraturan untuk melarang masuk penumpang yang terlambat datang, sebab antrian imigrasi tidak membedakan antara turis asing maupun warga negara China, hal ini menyebabkan antrian cukup panjang mengular, sehingga apabila Anda datang terlambat, tidak ada gunanya memasang wajah memelas ataupun mengeluarkan air mata, sebab Anda tetap akan ditolak masuk ke dalam gerbang boarding. Mengapa saya dapat mengatakan demikian? sebab saya mengalami tidak boleh masuk ke dalam gerbang boarding akibat datang 15 menit sebelum boarding dan pesawat pun take off tanpa saya duduk di dalamnya.....#ouch_gubraks!










Senin, 25 Juli 2011

Oleh-oleh dari Guangzhou

Akhirnya saya berhasil menjejakkan kaki di dataran China, setelah melalui perjuangan yang cukup panjang dan kapan2 ingin saya ceritakan kepada Anda. Kota Guangzhou yang terletak di dataran China bagian Selatan dapat dianggap sebagai kota industri yang sedikit 'ndeso', namun beberapa lorong jalan yang tua tak terurus, menarik sebagai obyek fotografi. Semoga Anda sependapat dengan saya. hehe












Rabu, 06 Juli 2011

Hitam Putih Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta

Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta dibangun sejak tahun 2006 dengan menghabiskan biaya pembangunan sebesar Rp 285 miliar (menurut harian Kompas), memiliki total area seluas 30 ribu meter persegi. Target utama dari terminal ini adalah untuk menampung pergerakan penumpang transportasi udara hingga 4 juta penumpang per tahun, mengutamakan konsep eco friendly (jumlah lampu diminimalkan dengan penggunaan jendela dengan ukuran besar di area boarding pesawat), selain itu tersedia 300 troli secara gratis, dan sama sekali tak ada porter.
Berikut di bawah ini adalah foto hitam putih yang dapat memotret keindahan interior dan konsep eco friendly yang diterapkan di terminal 3 bandara Soekarno Hatta, Jakarta....











Jumat, 20 Mei 2011

Film The Extra Teristorial (E.T.) sebagai Produk Anthropomorphic

Beberapa tahun belakangan ini, beberapa perusahaan menggunakan pendekatan dengan meniru karakteristik atau sifat manusia dalam mendesain dan membuat produk-produknya. Hal ini disebabkan kecenderungan yang dimiliki oleh manusia untuk menyukai bentuk atau sifat benda non manusia yang mirip dengan kondisi mereka. Tulisan ini membahas mengenai sebuah film yang diciptakan melalui proses pelekatan sifat manusia kepada benda yang bukan manusia dan respon masyarakat terhadap film yang dapat dikategorikan sebagai produk anthropomorphic tersebut.

Apakah yang dimaksud dengan produk Anthropomorphic? Anthropomorphism adalah kecenderungan manusia untuk melekatkan sifat dan karakter manusia kepada benda yang bukan manusia (Messent and Serpell, 1981). Produk Anthropomorphic merupakan produk yang didesain dan dibuat berdasarkan pendekatan Anthropomorphism. Terdapat empat tipe produk Anthropomorphic, yaitu:
Struktural --> menyerupai bentuk tubuh manusia atau bagian tertentu dari tubuh manusia
Gestural--> meniru tindakan atau ekspresi yang biasanya dilakukan oleh manusia
Karakter--> meniru karakter manusia terutama dalam hal relasinya dengan manusia lain (peran sosial)
Awareness--> menciptakan efek yang menimbulkan rasa ingin tahu/kesadaran manusia.

Film The Extra Terrestrial (E.T.)
Tahun pembuatan : 1982
Produksi : Universal Pictures
Jenis : Drama, Komedi, Fiksi Ilmiah
Sutradara : StevenSpielberg
Pemain : Henry Thomas, Robert MacNaughton, Drew Barrymore, Dee Wallace
Penulis : Melissa Mathison
Sinematografi : Allen Daviau
Musik : John WilliamsCerita Film : Seorang anak laki-laki bernama Eliot bertemu dengan mahluk luar angkasa yang terdampar di dekat rumahnya. Eliot memutuskan untuk menyembunyikan alien yang kemudian diberi nama E.T. di dalam lemari pakaiannya. ET digambarkan sebagai sosok yang lemah,lambat, penakut namun mudah untuk dicintai. Di dalam film ini Eliot menganggap E.T sebagai teman barunya, dan terjalin persahabatan yang erat antara manusia dengan alien yang memiliki sifat seperti manusia.


Cerita di Balik Layar Film E.
T.

Steven Spielberg, sang sutradara, dibesarkan sebagai anak yang hidup kesepian karena perceraian kedua orang tuanya pada tahun 1960. Maka tidak mengherankan apabila Spielberg sangat serius menggarap film ini karena ia menganggap bahwa E.T dapat menjadi teman sekaligus saudara laki-laki yang tidak pernah ia miliki dan ayah yang tidak dapat ia rasakan lagi kehadirannya. Ia pun menjelaskan bahwa film E.T memperlihatkan kondisi ideal mengenai pengertian yang mendalam saat menghadapi perbedaan di antara mahluk luar angkasa dan manusia, sehingga terjalin persahabatan yang erat diantara keduanya. Di dalam film ini digambarkan E.T memiliki beberapa sifat manusia seperti: lambat, penakut, lemah, mau belajar bahasa Inggris untuk berkomunikasi dan mudah untuk dicintai. Proses penggambaran ini dimaksudkan untuk menyentuh hati penonton dan memudahkan mereka untuk bersimpati kepada E.T. yang memiliki sifat seperti manusia.

Keberhasilan Film E.T
-Film tersebut dianggap sebagai film tersukses sepanjang masa
-Biaya yang dikeluarkan untuk membuat film tersebut adalah $10,500,000, dan pendapatan peredaran film ke seluruh dunia: $792,910,554 (per Desember 2002)
-Memenangkan 4 piala Oscar dalam acara55th Academy Awards (Best Original Score, Best Sound Mixing, Best Sound Editing & Best Visual Effects)
-Dalam ajang penghargaan Golden Globe, Film E.T. meraih penghargaan sebagai Film Terbaik Kategori Drama dan Best Score


Kesimpulan
Ide cerita film E.T. yang menggunakan pendekatan Anthropomorphism ternyata sukses diterima oleh penonton karena para penonton dapat merasakan kedekatan atau kemiripan sifat E.T. dengan sifat manusia (mereka) sendiri dan merasa tersentuh melihat persahabatan yang terjadi di antara Eliot dan E.T. Film ini termasuk kategori film keluarga, nilai persahabatan yang tulus terkandung di dalamnya sehingga dapat dicontoh/ditiru oleh masing-masing anggota keluarga dalam kehidupan sehari-hari.

Referensi
1.Consumers and Their Animal Companions, Elizabeth C Hirschman
2. E.T. the Extra-Terrestrial Wikipedia
3.Anthropomorphic Design, Projecting Human Characteristics to Product, Jeong-gunChoi,Myungsuk Kim
4.Building an Emotional Connection with Your Audience Anthropomorphic Forms Part I, Steven Bradley

Rabu, 06 April 2011

Resensi Buku: Rhenald Kasali, Cracking Zone


Perubahan telah terjadi dalam kehidupan masyarakat Indonesia di abad 21 ini, namun sebagian besar orang menyangkalnya karena bagi kita perubahan membawa dampak yang merisaukan, menakutkan dan capek. Capek akibat tuntutan harus bekerja lebih keras, lebih panjang dan lebih cerdas. Perubahan ini membuat sebagian besar dari kita tidak siap dan diramalkan 90% dari perusahaan-perusahaan yang sekarang eksis akan hilang dalam 10 tahun ke depan. Medan yang dilewati penuh jebakan: cracking. Terputus-putus, membentuk jurang-jurang yang dalam.

Hasil pemikiran dan penelitian berjudul Craking Zone ini merupakan buku ke-19 yang ditulis oleh Prof. Rhenald Kasali Ph.D. Beliau menunjukkan kepada kita beberapa fakta yang cukup membuat terkejut mengenai kondisi positif yang akan terjadi dalam masyarakat Indonesia, yaitu: terjadinya perekonomian Indonesia Baru dengan income/capita US$ 3.000 pada akhir 2010 dan dikelilingi oleh kelas menengah baru Asia yang tumbuh progresif. Menurut ADB (2010), antara tahun 2002-2008, terdapat 102 juta orang Indonesia (46% dari jumlah penduduk) berhasil naik kelas, bergabung menjadi kelas menengah dengan pengeluaran per-hari US$2 s/d US$8 hanya untuk konsumsi.

Crack yang berarti celah, patahan, letusan atau retak terjadi akibat tumbukan atau tabrakan dari dua lempeng besar dan timbullah letusan. Ada sekelompok orang yang mampu melihat kesempatan itu, memanfaatkannya dan berhasil menerobos celah itu. Namun sebagian besar lainnya, yang menganut asas wait and see, tidak melihat celah itu sehingga tetap berada di zona yang lama. Saat ini teknologi digital dipercaya membawa dampak yang cukup signifikan dalam menciptakan perubahan dan membentuk generasi C yang menurut penelitinya, Dan Pankraz, bisa berarti content, connected, digital creative, cocreation, customize, curiousity, cyborg dan chameleon (bunglon). Gen C dengan kisaran umur 7-35 tahun, dapat menjadi bunglon yang cepat berubah akibat terekspos terus menerus oleh jaringan informasi sehingga saat rambut seseorang dicat berwarna coklat, maka ia pun berbaju coklat, sepatu coklat, tas coklat. Persis seperti bunglon.

Rhenald Kasali membahas mengenai tindakan yang harus segera diambil dalam menghadapi perubahan yang terjadi di Indonesia akibat naiknya populasi kelas menengah dan kebutuhan yang tinggi di bidang telekomunikasi freemium. Buku ini sangat dianjurkan dibaca oleh Anda yang bekerja dan mendalami bidang telekomunikasi, sebab penulis membahas secara mendalam mengenai sepak terjang XL merebut posisi sebagai jawara dua perusahaan jaringan telekomunikasi Indonesia. Selamat membaca dan terinspirasi menjadi seorang Cracker!

Rabu, 26 Januari 2011

Mencari Jejak Lara Croft, Tomb Raider

Rasa percaya diri, atau lebih dikenal dengan istilah 'pede' yang dimiliki masing-masing orang dapat bertambah karena berbagai macam alasan. Ada orang yang merasa lebih pede saat berhasil memiliki mobil sport keluaran terbaru ataupun menjadi lebih pede saat menenteng tas merek terkenal setelah merogoh kocek dengan angka nol lebih dari 7 digit *ouch*. Beruntung, rasa pede saya cukup tahu diri melihat kondisi kantong pemiliknya, sehingga tidak menuntut harus memiliki tas ataupun mobil mewah yang membutuhkan dana besar itu, hmm untunglah.....Nah, dalam kondisi kantong pas-pas-an tersebut, saya membuat target meningkatkan rasa percaya diri dengan membuat rencana untuk menjejakkan kaki di Angkor Wat, Kamboja.

Saat saya melontarkan keinginan tersebut, banyak teman-teman yang menganggap saya gila. Mereka berkata: 'ngapain loe pergi ke medan perang? Jalan-jalan tuh cocoknya ke Bangkok atau Hongkong kek atau Singapore kek'. Saya hanya bisa tersenyum, dan bersiap memendam keinginan tersebut untuk waktu yang cukup lama karena tidak menemukan teman seperjalanan yang berminat bepergian ke negara yang pernah dilanda perang saudara tersebut. Namun melalui situs jaringan sosial Facebook, ternyata ada seorang teman SMA yang berminat berbagi kegilaan berkunjung ke negara antah berantah tersebut; Novi Ursula.

Kami berdua memiliki 3 alasan yang sama, yaitu; ingin menikmati keindahan bangunan yang termasuk ke dalam 7 keajaiban dunia, ingin berkunjung ke daerah wisata yang jarang di datangi oleh wanita Indonesia (karena tidak ada mall di sana....*ouch*), dan hal yang paling penting adalah ingin mengikuti jejak artis jelita Angelina Jolie yang pernah shooting di sana sebagai Lara Croft dalam film Tomb Raider; The Craddle of Life. *gubraks*

Angkor Wat terletak di kota Siem Reap, Kamboja. Sebuah pesawat berbudget rendah memiliki jadwal penerbangan setiap hari ke kota tersebut dari Kuala Lumpur, Malaysia. Pada tanggal 16 Agustus 2009, satu hari sebelum peringatan hari kemerdekaan Indonesia, kami pun mendarat dengan selamat di Siem Reap, dan demi menujukkan rasa nasionalisme, kami menggunakan atasan merah dan putih saat berkeliling kompleks Angkor Wat (warna senada dengan bendera nasional). Sebelum keluar dari bandara internasional Siem Reap, kami harus membayar Visa on Arrival seharga $ 20. Pembayaran Visa on Arrival dalam US dollar? yup, betul sekali, walaupun Siem Reap merupakan sebuah kota kecil di negara Kamboja, seluruh barang dan jasa di kota kecil ini dinilai dalam US dollar. Sebagai informasi, untuk harga kamar di penginapan sederhana ($ 15/room/night), makan siang di restoran ($ 5) dan biaya sewa tuk-tuk ($12/day). Kondisi ini dapat terjadi karena kompleks Angkor Wat berada di bawah pengawasan UNESCO yang menyebabkan kunjungan wisatawan asing meningkat pesat, sehingga untuk mempermudah transaksi pembayaran digunakanlah US dollar. Mengingat ketidak-relaan kami untuk membeli makanan dalam US dollar, salah satu strategi untuk menghemat biaya, menu makan malam adalah mie instan yang kami bawa dari Jakarta ($ 0).

Angkor Wat merupakan kompleks bangunan keagamaan Hindu terdiri dari 9 hektar luas bangunan dengan total luas area sekitar 82 hektar. Didirikan oleh bangsa Khmer di awal abad 12, saat pemerintahan Raja Suryavarman II. Setiap pengunjung kompleks Angkor Wat harus membayar $20 di pintu masuk, namun bila ingin membeli tiket pass untuk 3 hari, harga tiket menjadi lebih murah. Tiket pass untuk tiga hari diperuntukkan bagi pengunjung yang serius melakukan penelitian mengenai detail ornamen bangunan candi, kegiatan ini akan membutuhkan waktu sekitar tiga hari untuk dapat masuk dan meneliti seluruh bangunan.

Pengalaman mengunjungi, melihat dan mengagumi bangunan sejarah yang luar biasa tersebut terbukti mampu menambah rasa pede saya dan perjalanan tersebut menjadi pengalaman yang tidak mudah dilupakan begitu saja. Dan hal yang paling membanggakan, kami menjadi segelintir wanita Indonesia yang cukup 'gila' memilih mengunjungi bangunan eksotik dari abad ke-12 walaupun tidak terdapat mall di sekitarnya...*ups*