Rabu, 10 September 2008

Hey Hanny...

Seorang wanita muda cantik jelita masuk ke dalam sebuah klub malam di daerah Kuta, Bali. Ia melirik ke arah jam tangan yang digunakannya dan menghela napas, sudah pukul 10 malam. Asap rokok dan musik hingar bingar menyambutnya di pintu masuk. Wanita dengan rambut panjang berwarna coklat ini memperhatikan keadaan sekelilingnya. Klub malam tersebut sudah penuh sesak, maklum, hari ini adalah malam minggu dan sebagian besar pengunjungnya turis mancanegara. Tangan seseorang menyentuh bahunya, si wanita menoleh dan tersenyum. Ternyata salah satu temannya telah mendapatkan tempat duduk. Si wanita cantik jelita kemudian duduk di samping teman-temannya. "Hey Hanny, mau pesan minuman apa?" salah seorang temannya berteriak di tengah hingar bingar musik. Wanita cantik jelita itu bernama Hanny Cartwright.

Hanny tersenyum dan berkata "Seperti biasa, Jack. Saya pesan minuman soda saja. Thanks ya" Jack mengangguk dan bertanya kepada 3 orang temannya yang lain mengenai minuman yang akan mereka pesan. Tiket masuk ke dalam klub malam sudah termasuk welcome drink. Hanny dan rekan-rekan kantornya baru saja menyelesaikan program training marketing selama 3 hari dan mereka pun sepakat untuk menghabiskan malam terakhir di Bali dengan mengunjungi sebuah klub malam. Pengunjung Bounty, nama klub malam itu, begitu terhanyut di dalam hentakan musik disco. Mereka menggoyangkan badan mengikuti irama musik, sambil membawa serta minuman di tangannya.

Minuman yang mereka pesan telah sampai di meja. Hanny memesan minuman soda sementara Dini, Jack, Rico, dan Steven memesan bir dingin. Dini menjulurkan botol birnya kepada Hanny. "Mau coba tidak? Jauh-jauh datang dari Jakarta ke Bali, masa minumannya standar kantin kantor sih?" Hanny menjulurkan lidahnya kepada Dini dan menggelengkan kepala. Rico mengeluarkan sebungkus rokok Marlboro dari kantong celana jeansnya, mengambil sebatang rokok dan menyalakannya. Sambil menghembuskan asap rokoknya, diam-diam ia memandang wajah Hanny. Selama setahun terakhir, wajah wanita cantik ini selalu hadir di dalam kepalanya. Hidungnya yang mancung, matanya yang berwarna coklat dan senyuman yang manis menawan hati, selalu membuatnya tidak ingin memalingkan wajah. Sebagai wanita yang memiliki ayah berkebangsaan Inggris dan ibu yang memiliki darah Jawa-Cina, tidaklah mengherankan bila tampilan fisiknya pun berbeda dari wanita Indonesia pada umumnya.

Jack mengajak Steven dan Dini untuk turun ke lantai disco. Dini menjulurkan tangannya kepada Hanny. "Minuman gue belum habis, Din. Nanti gue susul deh", teriak Hanny. Dini mengangkat bahunya dan mengikuti kedua temannya turun ke lantai disco. Hanny menoleh kepada Rico." Kamu tidak ikut, Rico?" Sambil menghembuskan asap rokoknya, Rico menatap Hanny dan menggelengkan kepala. Di dalam hati, Hanny merasa tidak nyaman duduk berdua saja dengan Rico. Pria yang berumur dua tahun lebih tua dari dirinya ini, seringkali memperhatikannya dengan diam-diam, dan Hanny merasa canggung dengan tingkah lakunya itu. Apalagi Rico telah menikah dan dikaruniai seorang anak laki-laki.

"Hanny, bagaimana kabar pacar kamu itu? Siapa namanya? Bobby?" ujar Rico memecahkan kesunyian di antara mereka berdua. "Bukan Bobby, nama pacarku: Donny. Dia masih tinggal di Belanda karena thesis S2 Bussiness Management-nya belum selesai. Rencananya lima bulan lagi Donny akan kembali ke Jakarta." Rico sedikit mencibirkan bibirnya. "Dan kamu masih percaya hubungan jarak jauh? Kamu masih percaya kalau pacar kamu itu tetap setia?" Hanny menatap Rico, terlihat kilat kemarahan di matanya. Huh, itu bukan urusan kamu deh! gerutu Hanny di dalam hati. Namun karena terlalu sering manusia di sekitarnya bertanya mengenai hal itu, maka Hanny pun segera dapat mengeluarkan jawaban pamungkasnya "Hmm, aku selalu berpikir positif mengenai Donny. Dan aku akan selalu setia menunggunya. Apalagi kami sudah merencanakan akan melangsungkan pernikahan setelah Donny kembali ke Jakarta."

Rico mengeluarkan sebatang rokok dan menyalakannya. Ini sudah batang rokok yang ke-tiga. Berada berdekatan dan berdua saja dengan wanita idamannya, membuatnya merasa gugup. "Hanny, Hanny, kamu ini polos banget sih? Belanda itu kan terkenal dengan komoditi seks bebasnya. Apakah kamu tidak takut kalau selama ini pacar kamu selingkuh?" Hati Hanny mulai terasa panas. Menyebalkan sekali sih manusia yang satu ini. " Rico, cowok aku itu kuliah Business di Maastricht. Dan Maastricht itu adalah kota kecil, sementara yang kamu katakan terkenal dengan komoditi seksnya adalah Amsterdam." Rico terkekeh mendengar penjelasan Hanny " Please Hanny, walaupun kota pelajar, tapi kalau tempat dan suasananya mendukung untuk berselingkuh, bisa juga kan?" Hanny ingin sekali menampar mulut pria berusia 29 tahun ini. "Begini saja deh Rico, sebenarnya hal itu kan bukan urusan kamu. Mau Donny selingkuh atau tidak, untuk apa kamu peduli? Yang penting aku akan tetap setia menunggu dia. Itu yang paling penting. Sorry Rico, aku akan gabung dengan teman-teman." Hanny berdiri dan setengah berlari menuju ke tempat teman-temannya berdiri, mereka telah larut ke dalam hentakan musik.

Rico tertegun dengan jawaban Hanny. Sebenarnya ia merasa kagum pada Hanny. Walaupun wanita itu memiliki wajah yang menawan dan banyak sekali klien perusahaan advertising mereka yang berusaha mendekatinya, namun Hanny tetap tidak bergeming. Ia tetap setia menunggu pacarnya yang sedang belajar di Belanda. Hanny merupakan wanita yang istimewa karena di tengah maraknya kasus perselingkuhan, meningkatnya angka perceraian dan maraknya gubahan lagu yang mengajak orang untuk berselingkuh, ternyata masih ada orang yang memegang teguh prinsip kesetiaan. Oh Hanny, andai saja kita sudah bertemu sejak tiga tahun yang lalu. Rico semakin tenggelam di dalam lamunannya. Andai saja...

(Cerita di dalam tulisan ini fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, lokasi ataupun peristiwa, hal tersebut adalah kebetulan yang tidak disengaja. Cheers!)

Tidak ada komentar: